لقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. QS. Al-Ahzab (33) : 21
Kalau kita mengamati sejarah, kita akan tahu bahwa Muhammad saw, adalah Nabi dan Rasul yang paling sukses dalam mengemban misinya da’wah Ilallah, pembawa kabar gembira dan petakut, (QS. 2:119), untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia di dunia sampai ke akhirat nantinya, berdasarkan Al-qur’an dan sunnahnya. Kita bisa baca sejarah nabi Nuh a.s., dimana umurnya sekitar 950 tahun, dan selama kurang lebih 900 tahun setelah dikurangi 50 tahun sebelum jadi jadi Nabi dan Rasul beliau berdakwah kepada umatnya siang malam, yang beriman tidak lebih dari 80 orang.
Begitu juga lebih kurang sejarah para Nabi dan Rasul lainnya, bahkan malah ada diantaranya mati dibunuh oleh umatnya sendiri, seperti Nabi Zakaria a.s. dan Nabi Yahya a.s. Tapi Nabi Muhammad saw, Alhamdulillah berhasil menda’wahi umatnya dalam waktu yang cukup singkat yang hanya dalam kurun waktu 23 tahun.
Pertanyaannya, apa yang menjadi faktor keberhasilan beliau menjalankan tugas sebagai Nabi dan Rasul akhir zaman?
Sebenarnya tidak ada keistimewaan khusus yang diberikan Allah kepada beliau sehingga berbeda dari pada Nabi dan Rasul lainnya. Kalau kita cermati secara kasat mata dan fakta dilapangan, ada dua hal yang membuat Muhammad saw sukses mengemban tugasnya sebagai Nabi dan Rasul akhir zaman:
Pertama: Tentu saja dari sisi kebenaran syari’atnya dengan segala kebenaran dan keistimewaannya, yang dituangkan dalam al-Qur’an; Islam bersifat universal karena segala sisi dalam ruang kehidupan makhluk ada aturan mainnya. Kebenaran informasi fakta sejarah tidak ada ahli sejarah yang berani membantahnya. Dari kebenaran ilmiyah Al-Qu’an tidak ditemukan ada pakar diatas profesor sekalipun, baik sendiri atau komunitas yang sanggup mematahkannya. Dari sudut pandang keindahan sastra Al-Qur’an itu sendiri, dari dulu sampai sekarang belum ada, dan tidak ada pakar sastra yang sanggup menandinginya. Dan terhadap keaslian Al-Qur’an itu dari awal hingga saat ini tetap terjamin, dan banyak lagi yang lainnya.
Kedua: Sebagaimana para Nabi dan Rasul yang lain, beliau Muhammad saw sama-sama mempunyai sifat yang empat, yaitu Siddiq, Amanah, Fatanah, dan Tabligh. Hanya saja keempat sifat ini sudah menyatu bagi beliau sejak belum lagi jadi Nabi dan Rasul. Hanya saja kalau kita mengamati kisah kehidupan para Rasul lainnya, sejarah jadi saksi bahwa sifat yang empat itu bukan saja dimiliki beliau setelah diangkat menjadi nabi dan rasul saja, tapi telah beliau miliki jauh sebelumnya.
-
- Siddiq: Sifat siddiq yang berarti berbudi pekerti yang baik dan mulia. Sifat ini sudah menjadi sifat beliau semenjak kanak-kanak, dan sebagiamana kita ketahui bahwa beliau semenjak kecil sudah digelari dengan al-Amin, artinya anak yang baik. Kita yakin bahwa kesediaan kakeknya Abdul Muthalib dan pamannya Abu Thalib mengasuh Beliau sepeninggal ibunya bukan hanya lantaran punya tali darah yang dekat saja, tapi lebih karena faktor kepribadiannya yang baik itulah yang mendorong paman dan kakeknya memperlakukan beliau melebihi dari cara Abu Thalib memper lakukan anak kandungnya sendiri.
Kalau dari kecil saja beliau sudah menerima pengakuan dan kasih sayang yang baik lantaran kebenaran dan kebaikannya, apalagi setelah menjadi suatu kemestian baginya, karena sifat demikian itu juga diperintahkan untuk seluruh kaum yang beriman, sebagaiman firman Allah yang menyatakan:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ ١١٩
Artinya: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. QS. At-Taubah (9):119
Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah Al-Qashash ayat 77:
…..وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ….
Artinya:…dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu…
Artinya perintah jadi orang yang benar itu tidak hanya ditujukan Allah kepada Rasulullah saw tapi juga untuk kita semua manusia terutama orang mukmin dan muslim.
-
- Amanah: Artinya orang yang amanah adalah mereka yang diakui kejujurannya dan dapat dipercaya untuk segala urusan yang dilimpahkan kepadanya, bahwa tugas itu akan dapat dilaksanakannya menurut semestinya sesuai yang diharapkan. Sifat ini sudah menjadi kepribadian beliau sebelum menjadi Rasul. Kita percaya bahwa kesediaan Siti Khadijah pengusaha besar menyerahkan barang dagangannya untuk dijualkan beliau saw, tentu karena Siti Khadijah melihat bahwa Muhammad ini dikenal orang yang cukup amanah, dan kenyataan juga demikian adanya.
Dengan modal amanah itu Muhammad calon Nabi dan Rasul ini dalam jangka waktu yang singkat sudah mendapat kepercayaan penuh dari Siti Khadijah mengendalikan dagangannya hingga menjadi suaminya. Dikatakan Siti Khadijah tertarik dari sisi lain, Nabi Muhammad saw bukan satu-satunya pemuda yang tampan saat itu, apalagi soal kekayaan tentu kekayaan Nabi saw tidak ada apa-apanya dibanding Siti Khadijah. Lebih-lebih dari perimbangan usia, sangat tidak seimbang, dimana Nabi Muhammad saw pada saat itu berusia 25 tahun sedang Siti Khadijah sudah mencapai 40 tahun.
Keamanahan beliau setelah menjadi Rasul, tentu tidak mengherankan, dimana beliau tidak saja diakui oleh kawan, malah lawanpun secara tidak langsung mengakui keamanahan beliau. Sejarah menyebutkan dimana dimalam hijrah, diantara pesan Nabi pada Ali bin Abi Thalib adalah menyuruh menyerahkan titipan orang-orang kafir Quraisy yang masih ditangannya. Bila Rasulullah amanah setelah jadi Nabi dan Rasul tentu itu sudah suatu keharusan lantern itu diantaranya misi kenabian yang diembankan. Kita selaku pengikut beliau juga dituntut bersifat amanah dalam hidup ini, baik sebagai pengusaha, buruh, karyawan, pegawai, apalagi pemimpin dan pengusaha. Hal ini sesuai dengan isyarat Allah dalam firman-Nya dalam Surah An-Nisa ayat 58;
۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًا ۢ بَصِيْرًا ٥٨
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyam paikan amanat kepada yang berhak menerima nya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Kita sadar menjadi orang yang amanah adalah pekerjaan yang tidak gampang, makanya tidak semua orang dapat melaksanakannya. Anehnya banyak yang menerima amanah, bahkan disumpah dan mengatakan akan amanah, tapi sedikit orang yang benar-benar dapat melaksanakan sebagaimana mestinya. Banyak manusia yang berlomba untuk mendapatkan amanah bahkan yang membelinya agar dapat memegang amanah. Lain halnya dengan orang yang menyadari betapa besar akibat bila amanah tidak terlaksana menurut semestinya. contohnya seperti;
kisah Sa’id bin Umar sewaktu ditunjuk Umar bin Khattab sebagai Gubernur, dia menjawab “ Hai Amirul Mukminin janganlah saya dihadapkan pada fitnah ini ”.
Imam Abu Hanifah, dia sampai dimasukkan kedalam penjara berkali-kali oleh penguasanya karena menolak diangkat menjadi kepala pengadilan dan perbendaharaan negara.
Sikap Sa’id bin Umar dan Imam Abu Hanifah tersebut tidak lain karena mereka memandang bahwa bahaya/ resiko tidak amanah itu lebih besar dari keuntungan yang akan diperoleh, seperti peringatan Rasulullah saw;
لَاإِيمَانَ لِمَنْ لَاأَمَانَةَ لَهُ وَلَادِينَ لِمَنْ لَاعَهْدَلَهُ
Artinya: Tidak (sempurna) iman orang yang tidak memelihara amanah, tidak (sempurna) agama orang yang tidak menepati janji .[1]
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Artinya: “Tanda orang munafik itu ada tiga, jika berkata itu dusta, jika berjanji mungkar dan jika dipercaya khianat” Shahih Bukhari no. 32
-
- Tabligh. Artinya menyampaikan/ menda’wahkan amar ma’ruf nahi mungkar. Nabi Muhammad sesuai dengan tugas yang diembannya sebagai nabi dan Rasul menyampaikan syari’at Islam selamat hidup di dunia dan akhirat, telah beliau laksanakan menurut semestinya, apakah itu secara langsung, berwakil atau dengan perantaraan sahabat. Meskipun reaksi mereka yang didakwahi berbagai macam seperti yang ada yang menerima dengan baik, ada yang tidak menanggapi sama sekali dan ada pula yang menolak secara keras dan kasar, namun hal ini tetap beliau laksanakan dengan sabar, optimis dan sebijaksana mungkin. Sebagaimana yang lain (nomor 1, 2, dan 3 diatas) beliau berdakwah bukan hanya setelah menjadi Rasul saja tapi sebelumnya hal ini sudah beliau lakukan, hanya caranya saja yang lain. Sebagaimana kita kita ketahui bahwa da’wah setidaknya ada dua cara, yaitu: dakwah bil qaul/ lisan (dengan perkataan). Da’wah beliau sebelum menjadi nabi dan Rasul adalah da’wah bil hal ini. Rasulullah sepanjang sejarah yang kita ketahui tidak pernah melakukan perbuatan yang tercela seperti mabuk-mabukan, zina, judi apalagi terlibat dalam menyembah berhala yang meskipun kedua perbuatan diatas sudah merupakan kepercayaan dan tradisi bagi masyarakat jahiliyah pada umumnya. Da’wah Rasulullah saw setelah jadi nabi yakni da’wah dengan lisan dan perbuatan atau sikap sekaligus, tentu sudah menjadi perintah Allah. Hal ini sesuai dengan petunjuk Allah yang menyatakan:
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
-
- Fathanah. Yang berarti cerdas. Nabi Muhammad saw meskipun ummi (tidak pandai tulis baca) ditambah tidak pernah duduk di bangku pendidikan tapi beliau punya IQ yang jenius, nalar yang tajam, pikiran yang mendalam dan cepat tanggap dalam melihat perubahan dan perkembangan yang terjadi. Kecerdasan beliau bukan saja terlihat setelah menjadi nabi dan Rasul, tapi sebelumnyapun kecerdasan beliau sudah tampak, ini terbukti dimana sewaktu terjadi perselisihan antara kepala-kepala suku yang ada di masa jahiliyah tentang siapa saja yang lebih berhak meletakkan kembali Hajar Aswah ketempatnya semula sebelum bangunan ka’bah itu di rehabilitasi. Maka untuk menyelesaikan konflik tersebut Abu Umayyah sebagai yang tertua mengusulkan kepada yang berseteru (bertikai) untuk menyerahkan persoalan mereka kepada yang lebih dulu masuk ke pintu Shafa pagi-pagi keesokan harinya.
Rupanya yang datang lebih awal adalah Muhammad. Maka setelah dipantau berturut-turut selama 3 hari, maka diserahkanlah perkara itu kepada beliau. Begitu asal usul masalah itu diketahuinya, maka beliau meminta sehelai kain, kemudian meletakkan Hajar Aswad tersebut keatas kain tersebut, setelah itu beliau memanggil kepala-kepala suku dan memerintahkan untuk memegang dan mengangkat setiap ujung kain yang berisi Hajar Aswad tersebut ketempatnya semula. Keputusan dan kebijaksanaan beliau ternyata diterima baik oleh pihak-pihak yang berselisih dengan rasa senang hati dan rasa syukur yang dalam, karena dengan itu pertumpahan darah yang hampir saja terjadi sebelumnya dapat dihindarkan.
Begitulah kecerdasan beliau sebelumya yang pada saat itu usia baliau tidak lebih dari 22 tahun dan begitu pula halnya setelah diangkat menjadi nabi dan rasul. Kita bisa membaca sejarahnya bagaimana kejelian dan kecerdasan beliau dalam menerima butir-butir perjanjian Hudaibiyah, padahal sebelum para sahabat terutama Umar bin Khattab sangat menentang diterimanya isi perjanjian itu oleh Rasul, tapi setelah beliau menjelaskan satu persatu butir-butir perjanjian itu, akhirnya para sahabat tadi paham dan menyetujuinya. Itulah diantara bukti-bukti kecerdasan Nabi Muhammad saw, sebelum dan sesudah menjadi nabi dan rasul.
Empat sifat utama sifat para nabi dan Rasul tersebut sebagai penopang syari’at yang bersumber dari al-Qur’an wahyu Allah yang bersifat komprehensif yang mencakup urusan dunia dan akhirat, Rasulullah dalam waktu 23 tahun berhasil mendirikan Negara islam pertama.
November nanti kita akan melaksanakan pilkada serentak untuk memilih Walikota, Bupati dan Gubernur di seluruh Indonesia. Kalau kita ingin mengikuti jejak kesukseskan Rasulullah saw, tidak ada pilihan selain mencari calon kepala daerah yang memiliki sifat sebagai mana sifat yang dimiliki oleh nabi Muhammad saw. kalaupun tidak mungkin semua sifat Rasul itu akan ada pada calon kepala daerah yang akan berkompetisi dalam pilkada nanti, setidaknya kita mencari yang terbanyak sifat sebagai faktor kesuksesan itu ada pada masing-masing calon. Kita harus yakin kalau semua sifat tersebut diatas dapat kita praktekkan oleh kepala daerah terpilih, tidak terkecuali dijadikan pedoman dalam memilih calon kepala keluarga, Insya Allah kesuksesan di dunia dan di akhirat dan keredhaan-Nya akan kita dapatkan.
Tulisan by. Ustadz Sulfa, SS
[1] Musnad Ahmad no. 12722, juz 26 halaman