لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ ١٦٤
Artinya: “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-kitab dan Al-hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. QS Ali Imran (3) : 164.
Bulan Rabiul Awal bagi kita umat Islam diyakini merupakan bulan kelahiran nabi Muhammad saw, tepatnya 12 Rabiul Awal tahun 571 M menurut kebanyakan pendapat. Sebagai umat Islam kita tentu tidak akan pernah lupa, kalau ia merupakan salah satu bulan yang bersejarah. Bukti bahwa umat Islam tidak pernah melupakan bulan kelahiran nabi ini, adalah dengan digelarnya hari/ bulan kelahiran Nabi Muhammad saw setiap tahun oleh umumnya umat Islam dalam berbagai bentuk.
Esensi dari peringatan kelahiran nabi Muhammad saw, selain mengingatkan kejahiliyahan umat sebelum kelahiran beliau saw. Lebih dari itu adalah untuk meningkatkan pemahaman, menyempurnakan pengamalan dan membangkitkan semangat keislaman sesuai tujuan kehadiran beliau saw di tengah-tengah bangsa Arab khususnya dan umat manusia umumnya, untuk keselamatan dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak. Terutama semangat jihad dengan apa yang bisa dilakukan, ditengah saudara kita di Gaza Palestina yang tidak henti-hentinya melakukan genosida dengan segala bentuk yang sudah memasuki tahun ke 3.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang arti kehadiran dan keberadaan Nabi Muhammad saw itu, mari kita simak penuturan Ja’far bin Abi Thalib tentang kondisi kehidupan masyarakat di zaman jahiliyah sebagaimana berikut :
“Kami dulunya kaum jahiliyah yang suka: menyembah berhala, melakukan perbuatan keji, memutuskan silaturrahim, menyakiti tetangga dan menindas orang yang lemah. Demikianlah yang kami lakukan sampai Allah mengutus Rasu lullah kepada kami”.
Untuk itu penulis mencoba menjabarkan sekedarnya praktek-praktek kehidupan jahi liyah tersebut di atas berdasarkan al-Qur’an dan hadits sebagaimana berikut;
- Budaya penyembahan berhala, ini ditandai dengan dipajangnya patung-patung di sekeliling Ka’bah yang mulia, yang jumlahnya sekitar 360 buah dengan berbagai bentuk dan ukuran, yang mereka sembah setiap kali memasuki areal Ka’bah. Selain patung atau berhala adalah buatan manusia sendiri, pahala dan patung tersebut tidak punya satu kekuatan sama sekali. Persis sebagaimana disebutkan Allah dalam surat al-Hajji, 73,
Artinya: Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, Maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, Tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan Amat lemah (pulalah) yang disembah.
Yang riskannya lagi adalah dimana sewaktu melaku kan penyembahan, mereka bahkan tanpa memakai pakaian sehelai benangpun, sebagaimana yang tersebut dalam surat Al-Anfal 35, atau seperti ditegaskan di dalam sabda Nabi riwayat Ibnu Abi Hatim, dari Ibnu Abbas berbunyi :
“Adalah orang Quraisy melaksanakan tawaf dalam keadaan telanjang sambil bersiul dan bertepuk tangan”.
- Kebiasaan memakan bangkai. Dalam hal larangan mengkonsumsi bangkai ini bagi kita umat Islam dapat disimak riwayat Ibnu Hibban (artinya);
“Para sahabat dalam satu kesempatan menyertai perjalanan Rasul saw, mereka menyalakan api di bawah sebuah kuali yang berisi daging bangkai, maka turunlah wahyu Allah yakni surat Al-Maidah ayat 3 tentang larangan memakan bangkai ini”.
Dalam ayat di atas termasuk juga larangan memakan darah, daging babi, hewan yang disembelih bukan dengan nama Allah, kecuali terhadap bangkai ikan dan belalang. Hikmah pelarangan bangkai ini dapat disimak penuturan Dr. Ahmad Syauqi Alfanjari dalam bukunya yang berjudul (terjemahannya) Pengarahan Islam Tentang Kesehatan yang katanya :
“ Secara ilmiyah, kematian binatang (tanpa disembelih) itu, adalah karena salah satu dari 2 sebab: karena tua, atau karena sakit. Jika kematiannya disebabkan oleh sakit, maka manusia yang memakannya akan mudah ketularan melalui salah satu cara: 1. Langsung dari mikroba (binatang sejenis kuman) yang terdapat dalam tubuh binatang (yang mati) itu. 2. Secara tidak langsung melalui racun-racun yang dihasilkan oleh mikroba-mikroba tersebut, yang tidak dapat dihilangkan dengan dimasak. Sering pula terjadi binatang itu mati karena memakan makanan atau kimia yang beracun (keracunan). Dalam hal ini pengaruh racun itu akan tetap tinggal pada dagingnya dan menulari orang yang memakannya”.
- Suka melakukan perbuatan keji. Secara khusus yang dimaksud perbuatan keji dalam ayat di atas adalah seperti berzina. Hal itu dapat dilihat dalam firman Allah pada surat Al-Isra’ 32 dan surat An-Nisa’ ayat 22. Adapun hikmah larangan zina itu jelas, tentu karena banyak akibat negatif yang ditimbulkannya, baik kepada yang bersangkutan sendiri, maupun terhadap masyarakat lainnya. Hikmah pelarangan zina ini dengan jelas dapat disimak dari penafsiran surat Al-Isra’ 32, diantaranya tersebut dalam tafsir Departemen Agama khususnya dari segi hubungan sosial dan moral kemanusiaan, sebagaimana berikut :
“Secara singkat dapat dikemukakan, bahwa perbuatan zina adalah perbuatan yang sangat keji, yang bukan saja menyebabkan pencampur adukkan keturunan, menimbul kan kegoncangan dan kegelisahan dalam masyarakat, merusak ketenangan hidup berumah tangga dan menghancurkan rumah tangga. Tetapi juga merendahkan martabat manusia itu sendiri, karena sukar sekali membedakan antara perbuatan manusia dan tingkah laku binatang”.
Perzinaan selain merusak hubungan sosial dan moral kemanusiaan secara umum bahkan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Penyakit akibat zina diantara namanya AIDS, yang lebih berbahaya dari apa yang pernah diketahui selama ini. karena disamping mematikan si penderita, juga membuat orang yang tertular bisa ikut jadi korban. Konon sejak munculnya sekitar tahun 1982 sampai sekarang belum ditemukan satu alat dan obat yang efektif menangkal atau menyembuhkannya. Sehubungan dengan ini Rasul saw sudah mengingatkan dalam sebuah sabdanya riwayat Baihaqi yang artinya :
“Wahai umat Islam, takutlah kamu akan akibat perbuatan zina, sebab akan menimbulkan 6 bencana, 3 di dunia dan 3 lagi di akhirat nanti. Yang 3 di dunia , a) hilang sinar di wajah, b) berkurangnya umur dan c) terus menerus dalam kefakiran. Sedang yang 3 di akhirat, a) mendapat kemurkaan Allah swt, b) siksa yang jelek, c) dan azab neraka”.
- Suka memutuskan silaturrahim. Sudah menjadi tradisi bagi orang jahiliyah mudah memutuskan silaturrahmi baik dengan sesama qabilah/ suku, apalagi berlainan suku atau qabilah. Dengan alasan sepele mereka tersulut emosi lalu bermusuhan dan bahkan sampai bertumpahan darah, kita adalah manusia dengan segala kelemahannya, yang tidak bisa menghasilkan kebutuhannya sendirian tanpa keterlibatan orang lain dengan kelebihan yang mereka punyai.
Tentang bahaya memutus silaturahmi disebutkan: Orang yang memutus tali silaturahmi akan dilaknat oleh Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa orang yang memutus tali silaturahmi tidak akan masuk surga. Hubungan dengan Allah terputus, sehingga hidup menjadi sulit, penuh kesulitan, dan ketidaknyamanan. Hukumannya dapat disegerakan di dunia, seperti dibutakan dan ditulikan, serta azab di akhirat akan disiapkan. Amalan yang dilakukan akan tertolak dan tidak diterima oleh Allah. Allah akan murka dan marah kepada orang yang memutus tali kekerabatan.
Sebaliknya orang yang menjalin dan menjaga sulaturahmi akan diberikan panjang umur dan rezki sebagaimana hadits: dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
“Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.”. Hadis ini menunjukkan adanya hubungan langsung antara menjaga hubungan kekerabatan dengan keberkahan duniawi, yaitu harta yang bertambah dan umur yang lebih bermanfaat atau diperpanjang.
Inilah salah satu tugas berat Rasulullah saw untuk merajut kembali silaturrahmi mereka yang terputus dan menjaga persaudaraan mereka setelah masuk masuk Islam, karena mereka sering juga dibayangi oleh tradisi permusuhan semasa jahiliyah dulu. Diantara suku-suku yang sangat terkenal sering bermusuhan dan bentrok adalah antara suku Aus dan Khazraj. Alhamdulillah berkat kesabaran Rasulullah dalam memberikan pemahaman akan arti persaudaraan dalam Islam (ukhuwah islamiyah) dan jeleknya perpecahan, Alhamdulillah akhirnya kerukunan itu terwujud juga,
- Senang menzalimi orang lain. Perilaku buruk lain mereka yang hidup di zaman jahiliyah dimana yang kuat suka menindas yang lebih, dalam bahasa minang disebut “ kok nan cadiak manjua kawan kok nan gadang badan suka malendo, dengan berbagai bentuk menindasan yang mereka lakukan. Hidup mereka bagaikan kehidupan binatang di hutan, yang kuat yang berkuasa, yang berani yang menjadi rajanya. Termasuk juga mereka yang memasak makanan yang punya aroma tinggi sehingga merangsang selera tetangga sebelah rumah. Secara umum dalam haditsnya Rasulullah mengatakan :
“Siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka janganlah menyakiti tetangga”. (HR. Bukhari, Abu Daud dan Ibnu Majah).
“ Tidak akan dapat masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari ganggu annya ”. (HR. Muslim).
“ Bertakwalah kalian semua kepada Allah, dan takutlah kalian dari perbuatan zalim, karena sesungguhnya kezaliman itu akan menjadi kegelapan pada hari kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim).
Khusus untuk kalangan pemimpin, dalam haditsnya Rasul saw mengingatkan:
“Siapa saja pemimpin yang mencu rangi rakyatnya, maka ia akan dima sukkan ke dalam neraka”. (HR. Thabrani).
Kalau orang yang masih hidup dizaman jahiliyah dengan segala kebodohannya mereka, tidaklah mengherankan, karena kitab Injil peninggalan nabi Isa as, seiring dengan panjangnya masa yang dilalui hingga nabi Muhammad lahir sekitar 600 tahu. Sehingga nyaris tidak tersisa, kalaupun ada yang tinggal tapi sudah bercampur aduk dengan perkataan manusia, sudah terjadi pengurangan dan penambahan sesuai maunya mereka para tokoh agama mereka. Dan sangat mungkin mereka belum diberi sanksi oleh Allah karena ketidak tahuan dan kebodohan mereka. Tapi bila disaat al-Qur’an saat ini bisa didapat dimana-mana, dan hadits-hadits Rasulullah sebagai penafsir dari ayat-ayat al-Qur’an juga bisa didapat dimana-mana, masih saja orang berbuat sebagaimana berbuatnya orang di zaman jahiliyah, sudah pastiakan menerima sanksi sesuai dengan tingkat kedurhakaan yang mereka lakukan. Agar kita tidak tersesat dijalan terang dan demi keselamatan dunia dan akhirat kita, tentu tidak ada pilihan selain menjadi insan kamil, konsisten dalam menjalankan syari’at islam secara menyeluruh atau kaffah. Wallahu a’lam bisshawab.
Demikian tulisan taushiyah kita di momen Maulid nabi Muhammad Shallallahu “alaihi wa sallam tahun 1447 H, bersamaan dengan tahun 2025 ini, semoga bermanfaat.
Wakil mudir bidang kepondokan.