يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ ١٨
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan “. QS. Al-Hasyar:18
Kalau menyimak setiap pergantian tahun masehi selama ini dari tahun ketahun, baik di Indonesia khususnya bahkan didunia umumnya, boleh dikatakan sama saja. Dari tahun ke tahun hampir tidak ada perubahan kearah yang positif dalam arti; logis efektif, efisien, bermanfaat dan tidak bertentangan Islam agama kita. Baik tua, muda, besar kecil, apakah kalangan awam bahkan ilmuan, mayoritas ikut hanyut dengan segala gebyarnya pergantian tahun, terutama setelah melewati pukul 24.00/ 00.00.
Fenomena pertama, mayoritas umat Islam menganggap seolah olah pergantian tahun baru masehi seakan bagian dari syari’at sebagai salah satu bentuk ekpresi rasa syukur disampaikan Allah memasuki tahun berikutnya, sehingga merasa rugi manakala tidak ikut hanyut dengan kebanyakan orang. Pada hal dalam Islam tahun barunya adalah setiap tanggal 01 Muharram tahun Hijriyah. Seiring dengan itu dimana pergantian hari dalam kalender Hijriyah adalah saat masuknya waktu Magrib. Kalau Magrib sudah masuk, berarti sudah masuk tanggal dan hari berikutnyaBahkan dimana diantara kalangan remaja khususnya ada yang memanfaatkan kesempatan ini melakukan kemaksiatan dengan berbagai bentuknya, mulai dari narkoba, miras, pergaulan bebas dan penyakit masyarakat lainnya.
Fenomena kedua, mayoritas umat Islam seakan tidak tahu, atau memang tidak mau tahu, dan bisa jadi tidak mau tahu, dimana pergantian hari dalam kalender Hijriyah bukan lewat pukul 00.00, tapi dengan masuknya waktu magrib. Sebagaimana diketahui dalam menentukan satu Ramadhan atau satu Syawal setiap tahun. ketika sudah dipastikan sudah terlihat hilal bulan berikutnya seperti hilal Ramadhan berarti besok sudah waktunya berpuasa Ramadhan dan malam ini sudah dimulai melaksanakan shalat tarawih. Dan sewaktu sudah terlihat hilal bulan Syawal, berarti malam ini tidak ada lagi syalat tarawih dan besok sudah dilaksanakan shalt dan khutbah Idul Fitri tahun itu.
Fenomena ketiga, yakinlah wahai saudaraku seiman bahwa bagi penganut agama Nasrani khususnya, merayakan pergantian tahun Masehi merupakan bagian dari rangkaian perayaan natal 25 Desember setiap tahun, Lebih dari itu, saat masuknya waktu pukul 00.00, ada tiga hal yang dilakukan sekaligus umumnya oleh yang merayakan pergantian tahun, yakni; membunyikan terompet/ lonceng dan menghidupkan api dalam bentuk kembang api atau mercun.
Fenomena keempat, Untuk diketahui bahwa tradisi tiup terompet adalah cara dari penganut agama Yahudi memanggil umatnya. Membunyikan lonceng atau sejenisnya adalah cara dari penganut agama Nasrani jamaatnya, sedangkan menghidupan api adalah cara agama Majusi dalam menghadirkan pengikutnya. Pertanyaannya kenapa umat Islam ikut-ikutan pula dengan tiga macam tradisi agama lain tersebut, Disinilah fenomenanya padahal larangan Rasulullah umat Islam menyerupai suatu kaum kafir tegas, sebagaimana sebagaimana hadits yang berbunyi;
عَنْ أَبِي مُنِيبٍ الْجُرَشِيِّ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم
Artinya: Dari Abu Munib Al Jurasyi dari Ibnu Umar ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa bertasyab buh dengan suatu kaum, maka ia bagian dari mereka.” ( HR. Abu Daud no. 3512 )
Dalam kitab Majmu’ Al Fatawa, 22: 154, disebutkan “Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpe ngaruh pada keserupaan juga dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir”. Atau memang ini bagian dari tanda kiamat yang sudah nyata sebagaimana hadits Rasulullah sebagaimana sabda beliau:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
Artinya: “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319)
Larangan tasyabbuh atau menyerupai tradisi agama atau pengikut agama lain sebagaimana hadits diatas tentu berdasarkan wahyu dari Allah yang melarang umat Islam mencampur adukkan yang hak/ benar yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya dengan yang salah/batil yang datang dari selain Allah dan Rasul. Sebagaimana firman Allah:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ٤٢
Artinya: Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. QS. Al-Baqarah 42.
Larangan yang sama sebagaimana halnya umat Islam dilarang mengucapkan selamat natal apalagi ikut natal bersama, karena itu bukankah berarti mengakui agama atau tradisi mereka ? Pada Allah sudah mengatakan;
“ bahwa agama yang diakui Allah hanyalah Islam, siapa yang mengambil agama selain Islam tidak akan diterima darinya “. QS. Ali Imran, 85
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara”. (Majmu’ Al Fatawa, 27:286). Hadits dari Ibnu ‘Umar, Nabi saw bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka“. (HR.Ahmad 2:50 dan Abu Daud no.4031)
Betapa Islam syari’at dari Allah ini tidak boleh dikotori dengan tradisi dan kepercayaan lain terlihat sekali, dalam satu riwayat disebutkan, dimana pada suatuu hari Rasulullah akan mencium hajarul Aswat, lalu dicegat oleh kaum kafir Kurays sambil berkata “ kami tidak akan membiarkan anda mencium hajarul aswat sebelum anda mencium tuhan tuhan kami terlebih dulu “ maka Rasulullah berkata dalam hati, apa salahnya kalau aku berbuat demikian karena Allah mengetahui niat terhadap suatu perbuatan dari seseorang itu. Sebelum Rasulullah bergerak untuk memenuhi permintaan kafir Kurays, datang malaikat Jibril menyampaikan ayat QS. Al-Israk : 73-75;
وَاِنْ كَادُوْا لَيَفْتِنُوْنَكَ عَنِ الَّذِيْٓ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ لِتَفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهٗۖ وَاِذًا لَّاتَّخَذُوْكَ خَلِيْلًا ٧٣
وَلَوْلَآ اَنْ ثَبَّتْنٰكَ لَقَدْ كِدْتَّ تَرْكَنُ اِلَيْهِمْ شَيْـًٔا قَلِيْلًاۙ ٧٤
اِذًا لَّاَذَقْنٰكَ ضِعْفَ الْحَيٰوةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيْرًا ٧٥
Artinya: “dan Sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap kami; dan kalau sudah begitu tentu|ah mereka mengambil kamu Jadi sahabat yang setia. 74. dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu Hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, 75. kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun terhadap kami.
Hukum tasyabbuh menurut empat mazhab
1. Mazhab Hanafi
Mazhab ini melarang tasyabbuh atau menyerupai orang-orang kafir, ditandai dengan adanya dalil larangan menyerupai orang kafir, seperti menyerupai dalam berpakaian ataupun sejenisnya karena hal tersebut dianggap termasuk dalam tasyabuh. Sebagaimana sabda nabi “ barang siapa menyerupai/meniru suatu kaum maka dia termasuk bagian daripadanya”.
2. Mazhab Maliki
Dalam hal firmanNya: “Janganlah kalian mengikuti jalan orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka diberikan kitab Taurat dan Injil lalu mereka mengembalikannya dalam waktu yang lama”. Al-Qurtubi menafsirkan ayat itu sebagai representasi mazhab maliki untuk tidak menyerupai atau tasyabbuh dengan orang kafir.
3. Mazhab Syafii
Mazhab ini mengharamkan menyerupai atau tasyabbuh dengan orang kafir. Salah satu pengikut mazhab Syafii yaitu imam Al-Suyuti berpendapat seorang muslim tidak sepantasnya meyerupai atau bertasyabbuh dengan orang kafir. Hal ini terkait firmanNya.
“ kemudian kami jadikan kamu berada diatas suatu syariat dari agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungghunya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari siksaan Allah” (al-jatsiyah).
4. Mazhab Hambali
Menurut ulama Hambali nyata dalil Al-Quran dan hadis yang melarang menyerupai orang kafir, sebagaiman sabda nabi “ bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (Tirmidzi).(wahidin, 2018).
Dari uraian dan tentang imam empat mazhab diatas dapat dismpulkan bahwa tasyabbuh dilarang terhadap sesuatu yang sudah menjadi;
- Ciri-ciri khusus keagamaan orang non muslim,
- Simbol-simbol khusus keagamaan non muslim
- Ritual khusus keagamaan non muslim.
- Imam mazhab sepakat bahwa larangan menyerupai atau tasysbbuh dengan orang non muslim dihukum haram
Terjadinya pergantian tahun bukanlah berarti umur kita bertambah satu tahun, tapi kesempatan kita hidup didunia justru yang berkurang satu tahun lagi. Atau kesempatan kita hidup didunia ini bertambah pendek satu tahun lagi. Kalau ini disadari, mestinya kita lebih banyak menangis ketimbang tertawa ria, apalagi sampai hura-hura tidak karuan.
Yang paling tepat dilakukan pada momen pergantian tahun ini adalah melakukan introspeksi/ muhasabah, artinya merenung terhadap amal apa yang sudah dilakukan, untuk kebaikan diri, keluarga dan bangsa, kedepan yang lebih baik. Muhasabah juga merupakan salah satu dari kewajiban seseorang, sebagaimana perintah Allah di ayat pembuka buletin ini, yakni surat al-Hasyar ayat 18. Muhasabah merupakan bagian dari sunnah Rasulullah saw dan para sahabat yang mendapatkan bimbingan dari Allah dan Rasul-Nya. Hanya dengan Muhasabah kita bisa sadar akan kekeliruan kita masa lalu, baik dalam berhubungan dengan Allah (hablum minallah) demikian pula dalam berinterasi dengan sesama manusia (hablum minannas). Itu sekaligus akan mendorong kita untuk banyak beristigfar, dan minta maaf terhadap orang yang dizalimi sebelumnya.
Dengan muhasabah, kita akan terhindar menjadi orang yang muflis sebagai mana hadits shahih riwayat Muslim. Dimana seseorang (nanti diakhirat kelak) dengan optimisnya menghadap Allah karena merasa datang dengan pahala shalat, pahala puasa dan zakat. Tapi dia lupa karena bersamaan dengan itu ia juga membawa dosa dari perbuatan memaki, menuduh dan melukai banyak orang. Dengan dosanya itu diberikan pahalanya kepada orang-orang yang dia zalimi, sebagai bayaran atas kesalahannya. sudah habis pahalanya sementara orang yang menuntutnya belum juga habis. Lantaran yang menagih utang masih saja berdatangan, akhirnya ia disuruh mengambil dosa dari simuflis/ pihak yang menzalimi, hingga akhirnya habis ia masuk ke dalam neraka karena pahala sudah habis dan dosa bertambah banyak.
Dengan taushiyah Buletin Ponpes Tahfizh Qur’an Mu’allimin Muhammadiyah kali ini, berharap kita dan anak-anak kita tidak akan lagi ikut-ikutan merayakan tahun baru masehi tahun ini. Dengan menjauhi perayaan pergantian tahun baru, syari’at Islam yang kita yakini dan percayai kebenarannya dapat pula terselamatkan.
Hitung-hitunglah dirimu, sebelum kamu diperhitungkan ( Umar bin Khattab).
Semoga bermanfaat.